Saturday, January 5, 2013

pengadilan


Pengadilan adalah sebuah forum publik, resmi, di mana kekuasaan publik ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan dalam hal sipil, buruh, administratif, dan kriminal di bawah hukum. Dalam negara dengan sistemcommon law, pengadilan merupakan cara utama untuk penyelesaian perselisihan, dan umumnya dimengerti bahwa semua orang memiliki hak untuk membawa klaimnya ke pengadilan. Dan juga, pihak tertuduh kejahatan memiliki hak untuk meminta perlindungan di pengadilan.

Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Sedangkan Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Dari kedua uraian diatas dapat dikatakan bahwa, pengadilan adalah lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilanadalah sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.

Tingkat Pertumbuhan Dana Pensiun di Indonesia 15% per Tahun



Dana pensiun di Indonesia merupakan salah satu sektor manajamen risiko yang paling cepat berkembang, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 15% per tahun dalam satu dasawarsa terakhir.

Menurut Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), total aset dana pensiun di Indonesia saat ini hampir mencapai 150 triliun rupiah, dan salah satu sektor yang mengalami perkembangan pesat yakni  Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dengan pertumbuhan sebesar 20% per tahun.


Pada umumnya, alokasi investasi dana pensiun di Indonesia bersifat konservatif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, serta negara-negara Asia lainnya.

Hampir 50 persen dana pensiun di Indonesia cenderung dialokasikan pada produk deposito berjangka, dan instrument pendapatan tetap. Selebihnya, 20 persen pada saham, 18 persen pada instrument pasar uang dan deposito, sementara sisanya tersebar di berbagai instrument lain yakni reksadana, aset seperti tanah dan bangunan, dan investasi langsung.

Vanessa Wang, Regional Head Pension Fund Services Citi Asia Pacific dalam Seminar “Trends and Best Practices of Asian Pension Funds” Kamis (11/10) pekan silam di Jakarta menjelaskan  “Penerapan manajemen risiko yang bijak harus memperhatikan diversifikasi aset investasi, perlindungan terhadap penurunan pasar , transparansi dalam proses investasi dan peningkatan analisa kinerja investasi.”

Selain  penerapan manajemen risiko yang bijak, mempersiapkan sistem pelaporan yang menyeluruh, dan terperinci  adalah langkah penting yang patut diperhatikan. Sistem pelaporan harus dilengkapi dengan perangkat pengelolaan kinerja investasi untuk memonitor, dan mengevaluasi kinerja portofolio investasi dana pensiun.

Hasil studi yang dilakukan Citi menunjukkan, manajemen risiko yang bijak akan memberikan perlindungan terhadap risiko penurunan pasar (downside), dan meningkatkan kinerja investasi secara signifikan dalam jangka panjang pada keadaan pasar dengan volatilitas tinggi seperti saat ini.

Dana Pensiun


Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Jenis dana pensiun

Berdasarkan UU No 11 tahun 1992, di Indonesia mengenal 3 jenis dana pensiun yaitu:
  1. Dana pensiun pemberi kerja, adalah dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.
  2. Dana pensiun lembaga keuangan, adalah dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, bagi perorangan, baik karyawan maupun pkerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atai perusahaan asuransi jiwa.
  3. Dana pensiun berdasarkan keuntungan, adalah dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.


Manfaat dana pensiun

  1. Manfaat pensiun normal, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang mulai dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya.
  2. Manfaat pensiun dipercepat, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal.
  3. Manfaat pensiun cacat, adalah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan bila peserta menjadi cacat.
Tujuan Setiap pihak memiliki tujuan masing-masing yang berbeda, yaitu pihak pemberi kerja, Lembaga Pengelola dan karyawan. Bagi pemberi kerja, dana pensiun bertujuan untuk, 1. Memberikan penghargaan kepada para karyawan yang telah lama mengabdi kepada perusahaanya. 2. Agar di masa pensiun tersebut, karyawannya mendapatkan jaminan. 3. Memberikan rasa aman pada karyawan. 4. Meningkatkan kinerja dan motivasi karyawan. 5. Meningkatkan citra perusahaan di mata masyarakat.
Bagi karyawan, lembaga keuangan memberikan tujuan, 1. Kepastian memperoleh penghasilan masa yang akan datang sesudah masa pensiun. 2. Memberikan rasa aman dan meningkatkan motivasi untuk bekerja. Sedangkan bagi Lembaga Pengelola adalah, 1. Mengelola dana pensiun untuk mendapatkan keuntungan, karena iuran dana pensiun dapat dimasukkan dalam kegiatan investasi. 2. Turut membantu, menyelenggarakan program pemerintah. D. Jenis Pensiun 1. Pensiun Normal, pensiun yang diberikan untuk karyawan yang usianya telah mencapai masa pensiun yang ditetapkan perusahaan. 2. Pensiun dipercepat, pensiun yang diberikan karena kondisi tertentu, misalnya ada pengurangan pegawai di perusahaan tersebut. 3. Pensiun ditunda, merupakan pensiun karena karyawan memintanya, usia peminta pensiun belum mencapai usia pensiun. Pensiun yang diberikan, akan diberikan pada usia pensiun. 4. Pensiun cacat, pensiun yang diberikan karena sebuah kecelakaan sehingga dianggap tidak mampu lagi untuk dipekerjakan.

Wednesday, December 5, 2012

Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional


Ada tujuh perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

  1. Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
  2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari'ah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli
  3. Investasi dana pada asuransi syari'ah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya
  4. Kepemilikan dana pada asuransi syari'ah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
  5. Dalam mekanismenya, asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus seperti yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masareversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru'.
  6. Pembayaran klaim pada asuransi syari'ah diambil dari danatabarru' (dana kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
  7. Pembagian keuntungan pada asuransi syari'ah dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik perusahaan.

Asuransi Syariah di Indonesia



Salah satu jasa perbankan yang banyak berkembang di Indonesia adalah Asuransi Syariah. Asuransi Syariah pertama kali di Indonesia muncul pada tahun 1994. Usaha ini disebut sebagai Asuransi Takaful yang dibentuk oleh holding company PT. Syarikat Takaful Indonesia. Konsep yang digunakan pada Asuransi Takaful dipelajari dari Malaysia yang merupakan negara ASEAN pertama yang menerapkan sistem asuransi syariah. Malaysia sudah menjalankan usaha asuransi syariah sejak tahun 1985 (http://www.ipin4u.esmartstudent.com/asuransi.htm).

Lembaga Asuransi seperti yang dikenal saat ini belum pernah ada pada saat zaman Rasulullah Muhammad SAW. Akibatnya banyak literatur Islam yang menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Namun, terdapat beberapa aktivitas pada zaman Rasulullah SAW yang mengarah pada prinsip-prinsip Asuransi. Misalnya prinsip tanggung jawab bersama yang disebut dengan sistem aqilah. Sistem Aqilah adalah sistem menghimpun anggota untuk menghimun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabuungan bersama yang dikenal sebagai kunz. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja untuk membebaskan hamba sahaya (Gemala Dewi,2004: 123).

Asuransi Syariah pertama yang berdiri di Indonesia adalah Asuransi Takaful Indonesia dengan izin operasional dari departeman keuangan melalui Surat Keputusan Nomor: Kep-385/KMK.017/1994 tertanggal 4 Agustus 1994. 


Asuransi takaful Indonesia ini masih mendasarkan legalitasnya pada UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya belum mengakomodasi asuransi syariah. Dalam menjalankan usahanya, Asuransi Syariah menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah. Fatwa tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk menjalankan asuransi syariah. Namun fatwa ini tentu tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum karena fatwa MUI bukanlah aturan perundangan di Indonesia. 

Beberapa pengaturan mengenai asuransi syariah antara lain:


  1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa “Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prisnip syariah…”. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prisnip syariah. Pasal 32 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional. Dan Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perushaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
  3. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Peusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah. 

Berdasarkan peraturan ini, jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah terdiri dari:

a. Deposito dan sertifikat deposito syariah;

b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;

c. Saham syariah yang tercatat di bursa efek;

d. Obligasi syariah yang tercatat di bursa efek;

e. Surat berharga syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah;

f. Unit penyertaan reksadana syariah;

g. Penyertaan langsung syariah;

h. Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi;

i. Pembiayaan kepemilikan tanah dan atau bagunan, kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema   
   murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan);

j. Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil);

k. Pinjaman polis;

Prinsip asuransi syariah terdiri dari:

1. Saling bertanggung jawab;

2. Saling bekerja sama atau saling membantu;

3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain; dan

4. Menghindari unsur gharar, maisir, dan riba.



Jenis Asuransi


JENIS ASURANSI

Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.
1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
    a. Asuransi Kebakaran;
    b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;
    c. Asuransi laut;
    d. Asuransi Pengangkutan;
    e.  Asuransi Kredit.
2. Asuransi Jiwa terdiri dari
    a.  Asuransi Kecelakaan;
    b.  Asuransi Kesehatan;
    c.  Asuransi Jiwa Kredit.

Fungsi dan Tujuan Asuransi



Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:

1.     Fungsi Utama (Primer)
           a)         Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung     (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.

b)    Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.

c)    Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.

2.     Fungsi Tambahan (Sekunder)
           a)     Export Terselubung (invisible export)
                Sebagai    penjualan    terselubung   komoditas   atau barang-barang   tak   nyata (intangible product)  
                keluar negeri.
           b)     Perangsang Pertumbuhan Ekonomi (stimulus ekonomi) adalah  untuk  merangsang pertumbuhan  usaha,    
                mencegah kerugian,  pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
           c)     Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings 
           d)     Sarana Pencegah & Pengendalian Kerugian

Tujuan Asuransi
1)     Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2)     Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan 
     pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan 
     biaya.
3)    Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu 
     dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu 
     dan tidak pasti.
4)    Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan 
     perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5)   Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan 
     dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
6)    Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat 
     berfungsi (bekerja)