Senin (14/11), Bank Indonesia bersama Kementerian Perhubungan
Republik Indonesia dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia menandatangani kesepakatan bersama mengenai Penyusunan
Kebijakan dan Standar Interkoneksi dan Interoperabilitas uang elektronik
di Sektor Transportasi. Kesepakatan bersama
ini dilatarbelakangi oleh maraknya penggunaan uang elektronik di sektor
transportasi khususnya yang dipakai operator/penerbit yang berbeda-beda
namun belum terjadi saling interkoneksi serta belum memperhatikan
kemampuan interoperabilitasnya.
Kesepakatan kerja sama itu ditandatangani Gubernur Bank Indonesia
Darmin Nasution, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, dan Direktur
Jenderal Sumberdaya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI)
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) M. Budi Setiawan,
di Kantor Bank Indonesia. “Penggunaan uang elektronik khususnya di sektor transportasi memiliki
potensi yang signifikan, karena uang elektronik ditujukan untuk
pembayaran transaksi bernilai kecil, digunakan banyak orang dan
digunakan berulang-ulang,” tutur Gubernur Bank Indonesia Darmin
Nasution.
Uang elektronik berkembang di Indonesia sejak 2007 dengan perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun tersebut jumlah uang elektronik masih sebanyak 165.193, dengan rata-rata harian transaksi sebesar Rp 19,15 juta dengan volume harian sebesar 2.000 transaksi. Sedangkan pada September tahun 2011 uang elektronik telah mencapai 11,7 juta, dengan nilai rata-rata harian transaksi sebesar Rp 2,5 miliar dengan volume mencapai 102.000. “Layanan uang elektronik masih ada kendala yaitu interoperabilitas antara operator/penerbit, sehingga dengan kerja sama antarotoritas ini diharapkan akan terjadi koordinasi yang intensif, sehingga akan ada standar uang elektronik di sektor transportasi. Pada akhirnya masyarakat tidak perlu memiliki banyak uang elektronik untuk bertransaksi,” ujar Darmin.
Bank Indonesia sendiri menargetkan penyatuan uang elektronik (e-money) dilakukan pada 2013 mendatang menyusul standarisasi operasional itu yang diperkirakan selesai pertengahan 2012. Hal tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi Mitroatmodjo. “Pada awal 2012 kami bertiga, dengan Kemenhub dan Kemenkominfo, serta industri akan menyusun standar e-money, dan diharapkan pada pertengahan 2013 penerbit akan melakukan migrasi sehingga masyarakat bisa pakai satu e-money saja,” katanya.
Diungkapkan Ardhayadi, pihaknya akan segera mengomunikasikan rencana kebijakan ini pada bank-bank penerbit e-money tentang pentingnya menyatukan operasional e-money, yang akan sangat menguntungkan perbankan penerbit kartu. “Kita akan komunikasikan bahwa bank akan mendapat nilai tambah seperti pada kasus penyatuan ATM Bersama dan Jaringan, karena transaksi akan bertambah dengan penyatuan ini,” cetusnya. Ardhayadi mengatakan, tak lama lagi akan dimulai uji coba implementasi interoperabilitas e-money, terutama pada sektor transpotasi. “Mulai 2013, para penerbit e-money akan melakukan migrasi ke standar yang baru. Bank sentral tidak bisa sendirian mengatur interoperabilitas e-money, mengingat sebagian penerbit uang elektronik merupakan perusahaan telekomunikasi dan nonperbankan. Jadi tentunya semua ini butuh proses,” terangnya. Menurut Ardhayadi, e-money akan menjadi alat pembayaran di masa depan yang akan menggantikan fungsi uang tunai. “Nah, dengan ini kan bisa meningkatkan efisiensi nasional. Kita melihat efisien bagi pengguna, ini hal yang penting jadi kita arahkan ke sana,” ujarnya.
Saat ini ada sebelas vendor penerbit e-money yang terdiri dari enam
bank dan lima nonbank. Enam bank tersebut adalah Bank DKI, Bank Mandiri,
BCA, Bank Mega, BNI dan BRI. Adapun perusahaan non bank yang
menerbitkan e-money adalah PT Telekomunikasi Indonesia beserta anak
usaha PT Telekomunikasi Seluler, PT Skye Sab Indonesia, PT Indosat dan
PT XL Axiata. Namun, setiap instrumen yang dikeluarkan oleh salah satu penerbit
tidak bisa digunakan untuk pembayaran di merchant penerbit lainnya.
Contohnya adalah kartu E-Toll Card yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri
tidak bisa melakukan transaksi di Flazz reader milik BCA.
Dirjen SDPPI Kemenkominfo Budi Setiawan mengatakan, teknologi bukan
menjadi isu utama dalam standarisasi e-money. Menurut dia, kementerian
akan mengodok standarisasi pada standar chip, alat pembaca atau reader,
serta frekuensi radio yang akan digunakan bila uang elektronik
menggunakan sistem contact less. Karena itulah, pihaknya akan melanjutkan kesepakatan itu dengan
menyusun standar teknis penyatuan uang elektronik, termasuk
kemungkinannya menyatukan dengan kartu pulsa telepon. “Kita juga akan
mengkaji standar teknis yang akan dipakai, termasuk penggunaan frekuensi
jika menggunakan alat penerima berfrekuensi,” katanya.
Sementara Sekjen Kemenhub M. Ihsan Tatang, mengatakan bahwa operasional uang elektronik untuk pembelian tiket transportasi antarmoda akan dicoba pada 2012, dan akan mulai berlaku pada 2013. “Untuk tindak lanjut kerja sama ini, sepertinya perlu payung legalitas, agar bank bisa menerapkannya secara lancar,” katanya.
Dukungan penuh atas rencana interoperabilitas dari uang elektronik tersebut pun didukung penuh oleh Ketua Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Menurut Budi Sadikin, interoperabilitas pada semua penerbit tersebut bisa didorong lewat keterhubungan e-money yang diterbitkan oleh Bank Mandiri dan BCA. “Bank Mandiri dan Bank BCA saat ini memiliki pangsa pasar sekitar 95% dari total transaksi uang elektonik setiap bulannya. Sebenarnya Bank Mandiri dan BCA itu hardware dan software sudah sama. Aplikasinya juga beda sedikit dan tinggal disesuaikan,” jelas Budi yang juga menjabat sebagai Direktur Bank Mandiri.
Budi Sadikin mengaku tidak mengkhawatirkan perbankan kehilangan daya
saing ketika interoperabilitas diberlakukan. “Setelah interoperabilitas
diberlakukan nanti akan ada kesepakatan bisnis antar penerbit. Jadi
kalau ada e-money digunakan lintas penerbit harus membayar sesuai
kesepakatan,” ujarnya
No comments:
Post a Comment